Kabar Gembira bagi Penderita Kanker Ilmuwan Temukan Ini,  Penasaran Bagaimana Cara Jerapah Tidur?

Ilustrasi (Dok:Net)

 JAKARTA (SURYA24.COM)- Kanker telah menjadi momok menakutkan dalam masyarakat kita selama beberapa dekade terakhir. Penyakit ini telah menyebabkan banyak penderitaan dan menyebabkan kematian bagi jutaan orang di seluruh dunia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, penelitian dan perkembangan ilmiah telah membawa harapan baru dalam bentuk "molekul pembunuh sel kanker" atau dikenal juga sebagai terapi target.

Molekul pembunuh sel kanker adalah sejenis obat yang dirancang khusus untuk menargetkan sel-sel kanker tanpa merusak sel-sel sehat di sekitarnya. Terapi ini berbeda dengan terapi konvensional seperti kemoterapi atau radioterapi yang sering menyebabkan efek samping yang serius karena sel-sel sehat juga terpengaruh.

Salah satu jenis molekul pembunuh sel kanker yang paling menjanjikan adalah inhibitor tirokinase. Molekul ini bekerja dengan cara menghambat enzim tirokinase yang memicu pertumbuhan sel kanker. Dengan menghambat enzim ini, molekul pembunuh sel kanker memperlambat pertumbuhan dan penyebaran sel-sel kanker, yang memungkinkan tubuh untuk melawan kanker dengan lebih efektif.

Selain inhibitor tirokinase, ada juga molekul pembunuh sel kanker lainnya, seperti inhibitor angiogenesis. Molekul ini bertujuan untuk menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang mendukung pertumbuhan tumor kanker. Dengan menghentikan pasokan darah dan nutrisi ke sel kanker, molekul ini dapat menghambat pertumbuhan tumor dan mencegah penyebarannya.

Meskipun terapi target dengan molekul pembunuh sel kanker menawarkan potensi yang sangat menjanjikan dalam melawan kanker, masih ada beberapa tantangan yang harus diatasi. Salah satu tantangan utama adalah resistensi obat. Beberapa sel kanker dapat mengalami mutasi sehingga menjadi tidak peka terhadap molekul pembunuh sel kanker. Ini berarti bahwa pengobatan yang awalnya efektif dapat menjadi kurang efektif seiring waktu.

Namun, para ilmuwan terus melakukan penelitian untuk mengatasi masalah resistensi ini. Mereka mengembangkan pendekatan gabungan, yaitu menggunakan beberapa jenis molekul pembunuh sel kanker sekaligus, atau menggabungkannya dengan terapi lain seperti imunoterapi untuk meningkatkan efektivitasnya.

Penting untuk dicatat bahwa terapi dengan molekul pembunuh sel kanker juga tidak selalu cocok untuk semua jenis kanker. Setiap kanker memiliki karakteristik yang berbeda, dan terapi yang efektif untuk satu jenis kanker mungkin tidak efektif untuk jenis kanker lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, terapi dengan molekul pembunuh sel kanker telah membawa harapan dan perubahan yang signifikan dalam dunia onkologi. Lebih banyak pasien kanker telah menunjukkan respons yang positif terhadap terapi ini, dan beberapa di antaranya telah mencapai tingkat kesembuhan yang sebelumnya tidak terbayangkan.

Dalam perjalanan masa depan, diharapkan terapi dengan molekul pembunuh sel kanker akan terus mengalami perkembangan dan inovasi. Semakin banyak penelitian dilakukan untuk memahami lebih dalam tentang sel kanker dan cara kerja molekul pembunuh sel kanker, semakin baik kita dapat menghadapi tantangan memerangi kanker secara efektif.

Dalam upaya melawan kanker, kerjasama antara peneliti, dokter, dan pasien sangatlah penting. Semua pihak harus bekerja sama untuk mengatasi kendala yang ada dan memastikan bahwa inovasi dalam terapi kanker dapat diakses oleh lebih banyak orang yang membutuhkan.

Dengan harapan dan semangat yang tinggi, mari kita dukung upaya-upaya dalam penelitian dan pengembangan molekul pembunuh sel kanker. Bersama-sama, kita dapat meraih masa depan di mana kanker bukan lagi menjadi kutukan, tetapi menjadi tantangan yang dapat diatasi dan dikalahkan.

Molekul Pembunuh Kanker

Mengutip okezone.com, perkembangan ilmu medis semakin hari kian maju. Baru-baru ini sekelompok ilmuwan berhasil menciptakan molekul yang dijuluki sebagai 'holy grail' yang mampu membunuh sel kanker tanpa harus merusak sel-sel sehat.

Kelompok ilmuwan di City of Hope, salah satu organisasi penelitian dan perawatan kanker terbesar di AS, membuat terobosan melawan protein proliferating cell nuclear antigen (PCNA) dengan molekul berkode AOH1996.

Kehadiran molekul ini diklaim sebagai metode baru terapi kanker yang menargetkan dan membunuh PCNA, sekaligus memusnahkan semua tumor padat tanpa efek pada sel tubuh lainnya, dilansir dari Metro pada Kamis (3/8/2023).

Molekul pembunuh kanker tersebut telah terbukti berhasil menghentikan pertumbuhan kanker pada hewan. Saat ini uji coba klinis Fase 1 sedang berlangsung pada manusia, dengan bentuk molekul dimodifikasi dalam bentuk pil.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Cell Chemical Biology mengklaim AOH1996 telah efektif dalam penelitian praklinis yang mengobati sel-sel yang berasal dari kanker payudara, prostat, otak, ovarium, serviks, kulit dan paru-paru.

Dr Linda Malkas, seorang profesor di departemen diagnostik molekuler dan terapi eksperimental City of Hope mengatakan bahwa AOH1996 dapat menekan pertumbuhan tumor sebagai pengobatan monoterapi.

"Kemoterapi investigasi saat ini sedang dalam uji klinis Fase 1 pada manusia di City of Hope," ungkap Linda.

Para peneliti telah menguji AOH1996 di lebih dari 70 sel kanker dan beberapa sel kontrol normal. Mereka menemukan molekul tersebut secara selektif membunuh sel kanker dengan mengganggu siklus reproduksi sel normal.

Dalam penelitian mereka, tim telah menemukan AOH1996 mencegah sel dengan DNA yang rusak membelah dan membuat salinan DNA yang salah, menyebabkan kematian sel kanker tetapi tidak mengganggu sel induk yang sehat.

Untuk diketahui, terapi baru ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan selama 20 tahun dan dinamai dari Anna Olivia Healey (AOH), seorang gadis muda yang lahir pada tahun 1996 yang sayangnya tidak mampu mengalahkan kanker.

Uji klinis lanjutan akan dilangsungkan pada bulan Oktober. Sebagai langkah selanjutnya, para peneliti akan melihat untuk lebih memahami mekanisme tindakan untuk lebih meningkatkan uji klinis yang sedang berlangsung pada manusia.

Cara Jerapah Tidur?

Sebelumnya sebagaimana dilansir kompas.com, jerapah adalah hewan dengan tubuh tinggi yang mampu tumbuh hingga 5,5 meter.

Dengan tubuh dan leher jerapah yang panjang itu, membuat beberapa orang bertanya-tanya bagaimanakah hewan ini tidur.

Cara jerapah tidur

Dikutip dari IFL Science, Selasa (1/8/2023) jerapah termasuk hewan bertubuh besar, tetapi itu tidak cukup untuk membuat mereka aman dari singa.

Salah satu cara mereka berevolusi untuk menghadapi ancaman ini adalah dengan tidur dengan sangat sedikit dan dalam posisi tertentu yang membuat mereka siap untuk melarikan diri jika perlu.

 

"Jerapah tidak banyak tidur, mereka tidur sekitar 4 jam dalam periode 24 jam. Ini karena jerapah adalah spesies mangsa dan tertidur dalam waktu lama membuat mereka berisiko lebih besar untuk dimangsa," kata Becca Keefe, penjaga jerapah di ZSL London Zoo.

Jerapah juga kebanyakan tidur sambil berdiri sebagai mekanisme pertahanan melawan pemangsa.

“Ketika jerapah tidur, mereka tidur sambil berdiri karena ini adalah metode yang paling aman. Namun, mereka kadang-kadang duduk untuk tidur,” lanjut Keefe.

Saat jerapah memasuki tidur REM, yang hanya berlangsung sekitar satu menit, terkadang mereka kehilangan kemampuan untuk menopang kepala mereka sendiri.

Selama tidur REM kadang-kadang kepala mereka terlentang atau terbuai ke satu sisi, membuat leher mereka menjadi berbentuk S.

Itu lantaran jerapah tidur dengan menggunakan bagian belakang tubuhnya sendiri seperti bantal untuk menahan kepala mereka di satu tempat saat fase tidur REM.

Fase tidur tersebut sangat penting untuk mengokohkan ingatan dan pembelajaran. Jadi bagi jerapah muda, fase tidur itu merupakan hal yang penting.

Evolusi leher panjang jerapah

Sering dikatakan leher panjang adalah adaptasi untuk mencapai dedaunan lebih tinggi daripada spesies pesaing.

Akan tetapi penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya ada penjelasan lain untuk leher panjang jerapah.

Nenek moyang jerapah yang sudah punah, Discokeryx xiezhi bertarung menggunakan kepalanya untuk menyodok lawannya.

Hal itu menurut peneliti menciptakan tekanan evolusioner dan menjadikan leher jerapah lebih panjang, meski kemudian harus dibayar dengan jam tidur mereka yang menjadi singkat.

Cara bertarung jerapah ini masih bisa dijumpai hari ini, ketika pejantan saling mengayunkan kepala saat bersaing memperebutkan pasangan.***